Jumat, 11 Agustus 2017

Ini yang Bisa Kukatakan Soal Kamu, Teman Seberang Pintu, Latifah Fika

Assalamualaikum teman 😊

Teman? Iya, teman. Dan untuk postingan kali ini—yang sekali lagi kuyakini ini nggak penting-penting amat sih—teruntuk sobatku seberang pintu. Temannya temanku. Si pemilik novel Koala Kumal yang sampai sekarang lupa belum tak kembaliin *I'm sorry sis 😟


Yakinlah kawan, Koala Kumal-mu jadi kumal beneran dan kuharap kau tak menimpukku selepas ini. And back to the topic, sejujurnya aja, aku buat ini pas jam 02.20 pagi. Kau tahu pertanda apa itu? Tandanya aku rindu seseorang ... tapi boong sii. Yang bener, aku lagi kena insom dan butuh perkamen untuk jadi wadah isi kepala.

Kepalaku—terhitung sejak penghujung malam 12 Agustus hingga pagi pukul 2—sepertinya enggan memutus ide. Tak baik juga. Aku butuh tidur tapi malah diajak melek. Giliran pas butuh buat bikin tugas writing macet bak jalanan ibukota. Fare kali yak?

Eh, Out Of Judul lagi, ya? Maap. Kali ini serius deh, nyaut ke judul. Jadi gini, Fik. Aku tentang kamu adalah rasa ingin tahu. Kenapa? Pas pertama masuk kamarmu, aku tahu kau gemar baca. Aku juga. Setidaknya dulu pernah aktif walau sekarang tidak. Dan dari koleksimu aku juga tahu, kau mendalami dunia kepenulisan juga.

And what happen next is really surprising me, ternyata dirimu blogger sejak lama? Dan cara menulismu itu menurut tolak ukurku sih sudah bukan kelas amatir. Really nice but please dont get besar kepala. Aku suka. Asli. Aku jadi malu sendiri entah kenapa. Mungkin karena aku yang kepedean pamer blog ke temen di platform blog mobile kala itu padahal konten belum sebagus punyamu.

Oh ya, soal rasa ingin tahu yang kumaskud adalah soal akun watty yang selain kau bagi denganku. Percayalah, aku berfantasi kalau di akun itu, kau punya work yang memikat. Ribuan view tapi menolak untuk sekedar kuketahui nama akunnya. Jika prediksiku salah, kau boleh memakiku (tapi dalam hati saja ya)

Itu saja Fik. Tak penting kali ya, aku ini? 😅 Biarlah, yang penting I'm happy now😎

Rabu, 09 Agustus 2017

Guru Sim Kang Myung di School 2017, Karakter yang Nyata di Sekitar Kita

School 2017, sama halnya dengan series school yang lain mendapat atensi dari banyak pihak. Saya pun jadi salah satu penikmatnya. Di drama ini kita akan disajikan masalah terkait kehidupan remaja SMA yang sangat terikat dengan sistem penilaian yang kadang pula tak manusiawi. Komedi-misteri dirangkai begitu apik namun bukan itu yang akan menjadi fokus saya dalam postingan ini.
Yup, alih-alih terpikat mengulas pemeran utama, saya malah kepincut dengan guru kalem Pak Sim Kang-Myung. Ia memiliki karakter yang bener-bener care dengan murid-muridnya. Ibarat kata, dia itu manis macam gula-gula *apaan sih?
Well, lupakan barusan.

Nah, Pak Shim ini sering kali mengatakan hal-hal bijak, argumen berbobot yang tajam, perkataan yang berkobar. Tapi itu cuma di belakang orang-orang. Selanjutnya ia akan bilang, "Seharusnya tadi aku bilang begitu."

Familiar nggak sih, temen-temen? Kita atau mungkin orang di sekitar mungkin banyak juga yang demikian. Rasanya ingin sekali mengungkap sesuatu tapi tak bisa. Alasannya berkisar pada takut, malu, beresiko, dan ragu.

Itu sesuatu yang manusiawi sebenarnya tapi dalam kondisi tertentu bisa membuat kita dicap pengecut dan efek buruknya, kita bisa saja menyesalinya. Semisal dalam suatu kondisi seseorang dihadapkan dengan aksi pembulian. Ia melihat orang lemah ditindas orang lain.

Ada rasa ingin menolong tapi cuma sampai dibatas ingin tanpa berkelanjutan menolong sungguhan. Dan sekali lagi, mungkin menghadapi resikonya adalah hal yang mereka takuti seperti gantian dibuli atau yang lain.

Jika kalian setuju bahwa diam tak selamanya benar maka menyuarakan kebenaran adalah suatu yang patut atau bahkan wajib kita lakukan.

Merasa terikat peraturan tak tertulis? Saya juga! Kita mungkin tak asing atau bahkan sering menjumpai kasus contek mencotek dalam ujian, jika nurani kita tajam pastilah kita menyuarakan ketidakadilan dan membela kebenaran. Hanya saja ada semacam hukum tak tertulis yang mengikat kita jika saja kita melakukan aksi heroik yang demikian. Bahkan jika mungkin malah kita juga ikut terlibat.

Jadi, adakah rencana teman-teman untuk merubah habit itu?